Sepakbola Indonesia sudah menyudahi segenap rencana utamanya (ISL juga timnas), namun demikian perkataan lainnya selagi terbit: perbisnisan reposisi pemain! Media sosial & situs-situs berita gempar sama rumor perpindahan-perpindahan pemain.test1
Tersedia drama, semacam tatkala Ferdinand Sinaga dengan mengejutkan berhijrah ke Sriwijaya FC. Terdapat tarik menarik, bagaikan rumor Fabiano Beltrame yang dikabarkan akan berkolaborasi dari Arema sampai Barito. Juga gempita sebab Bambang Pamungkas balik ke Persija Jakarta. Juga gossip ‘wah’ soal dana yang mesti dibayarkan Persib dalam menggunakan Pacho Kenmogne yg hingga dikabarkan menggondol Rp dua miliar lebih.
Beberapa orang2 memandang itu kode iklim industriasasi sepakbola Indonesia bertambah segar & menguat. Benarkah begitu?
1 hal yang sudah jelas, riuh rendah penjelasan tentang peralihan pemain di Indonesia itu tampak kala timnas ulung benar2 musnah di Piala AFF. Ditargetkan juara, sekiranya tidak berhasil lolos di semifinal dgn catatan menyedihkan: bertekuk lutut pada tangan Filipina secara menistakan.
Belum lagi kalau bicara sepakbola gajah yg belum selesai. Masih belum jelas siapa sebenarnya pemeran intelektual atas duel menghinakan PSS vs PSIS tersebut. Setiap tokoh juga ke-2 pemain mengerjakan banding serta hingga saat ini belum jelas pula bagaimana dan bagaikan segala apa hasilnya.
Jangan sampai publik sepakbola tersengsem dgn berita-berita wah soal pergeseran pemain juga harganya yang luar biasa serta abai mengkritik problem mendasar: sudahkah persoalan-persoalan laten & menahun sepakbola Indonesia tersebut terselesaikan?
Perbincangan yang harus selalu diajukan tiap periode memandang perpindahan tokoh dgn jumlah yg terdengar luar biasa (Pacho, kabarnya, , dibandrol lebih daripada Rp 2 miliar) yakni benarkah ini harga yang masuk akal? Apakah riuh rendah tersebut menandakan kalau iklim usaha sepakbola sudah terbentuk? Adakah jaminan gembar-gembor judi poker komitmen tokoh pada awal musim ini dapat terpadu dipraktikkan cocok perjanjian kontrak hingga puncak musim? Jangan-jangan kabar klasik akan terbit balik: gaji ditunggak, tokoh tertahan atau team yg tidak berhasil enyah ke Papua soalnya kesuntukan dana?
Utk menjawab teka-teki tersebut, penting menengoknya dari orientasi yg mendasar. & di unsur industri sepakbola Indonesia serta Asia, jalan unggul buat memulainya ialah membahas soal Club Licensing Regulation (CLR) yg telah dipatok oleh AFC untuk “standar baku mutu”.
Dari situlah kita bisa start mengulas serta mendiskusikannya, supaya riuh-rendah bursa peralihan tokoh tersebut sanggup diletakkan di konteks yang tepat juga biar kita siap aware dengan jebakan-jebakan yang memproduksi kita lupa dgn persoalan-persoalan laten yg terus-menerus muncul atas tahun ke tahun.
Penuh yang berpendapat tentang kegiatan Club Licensing Regulations (CLR) di Indonesia. Dalam tahun 2010, AFC sudah mengukuhkan pedoman guna klub sepakbola serta anggota asosiasinya buat memenuhi tuntutan guna berlomba.
Implikasinya adalah kalau Indonesia nggak sukses menyuguhkan dan menerapkan CLR, pemenang Liga Indonesia bakal kekurangan lokasi mereka pada Liga Champions AFC. Walaupun Persib Bandung (bersama Persipura Jayapura serta Arema Cronus) merelakan, tumpuan, PSSI juga didorong untuk menjalankan peraturan untuk kompetisi domestik mereka sendiri.
Untuk interval antara saat musim liga yang baru saja berhenti serta musim baru yang belum dimulai, otoritas tertinggi di sepakbola Indonesia itu sedang repot dgn proses kegiatan CLR yang sudah sebagai kewajiban.